Q : Mengapa memilih Imperial College London dan program Environmental Technology? Serta ceritakan sedikit mengenai program Environmental Technology tersebut.

Mandhara Brasika :

Sebenarnya memilih Imperial College London karena terdesak. Awalnya target utamanya adalah Oxford, tapi akhirnya batal disaat terakhir. Akhirnya dalam waktu 2 bulan harus memulai semua proses dari awal. Karena waktu yang sangat mepet akhirnya mencari kampus yang masih level terbaik didunia terutama perihal teknologi. Imperial College London sendiri saat itu berada di peringkat 7 dunia dengan reputasi yang baik. Jurusan Environmental Technology dipilih karena saat itu memang bekerja dibidang lingkungan, dan jurusan ini memiliki kelebihan jaringan international yang lusa sekali. Yang unik adalah Environmental Technology ini adalah program semi social science dan natural science. Jadi kita belajar lingkungan dari berbagai sudut pandang, politik, ekonomi, hukum, statistic, engineering.

Putu Praditya :

Dalam studi lingkungan terbangun, nama The Bartlett atau UCL Faculty of Built Environment tentu memiliki stand out tersendiri, terutama jurusan arsitekturnya yang salah satu terbaik di dunia. Sebagai mahasiswa planologi juga saya sering memperhatikan London sebagai salah satu benchmark perkembangan kota  di dunia yang sudah makan asam garam dari era roman, dibombardir perang dunia, hingga sekarang tetap survive di era late capitalism. Jadi jika studi medis acuannya itu Boston, menurut saya studi lingkungan terbangun adalah London. Urban Regeneration (UR) sendiri merupakan pendekatan yang populer di beberapa dekade terakhir, terutama di kota-kota dunia barat termasuk London untuk merevitalisasi bagian kota melalui penguatan sektor ekonominya. Definisi singkatnya kurang lebih adalah perubahan struktur sosio-spasial perkotaan dengan fokus pada pendekatan ekonomi tadi. Jadi, selain bicara soal metodenya, dalam kuliah juga kami diajak mendiskusikan isu-isu yang dihasilkan UR baik bagi sektor pendorongnya seperti real estate, hingga dampaknya ke masyarakat umum yang seringkali terdampak displacement atau populernya di sini relokasi. Contoh dari penerapan UR bisa dilihat dalam revitalisasi London timur, khususnya kawasan Stratford, yang notabene bekas kawasan industri menjadi distrik komersial baru dengan mall terbesar di Eropa, pasca Olimpiade 2012. Tokyo juga mengadaptasi pendekatan serupa menuju Olimpiade 2020 dengan mengekspansi pengembangan Tokyo Bay Area melalui konsep green housing. Di Indonesia sendiri, konsep ini mulai diadaptasi oleh Pemkot Jakarta tahun ini dengan menggunakan pendekatan yang unik, yaitu revitalisasi jaringan utilitas ke hunian khususnya kampung kota, meskipun tetap berbalut pengembangan kawasan transit-oriented development (TOD) yang salah satu studi kasusnya bisa dilihat di Dukuh Atas.

Studi di UR menurut saya menarik agar kita tetap catch up dengan pendekatan pengembangan kota di dunia yang semakin mengglobal dan cenderung didorong sektor finansial seperti properti, apalagi di Bali yang cukup bertumpu pada sektor wisata yang kurang lebih berkaitan.

Q : Apply S2 sendiri atau melalui agen pendidikan?

Mandhara Brasika :

Apply sendiri. Semua kampus yang pernah saya daftar tanpa menggunakan agen. Karena sebenarnya tidak sulit aplikasinya. Saya rasa kalau untuk apply kampusnya saja masih butuh bantuan agen, bagaimana nanti saat perkuliahan.

Q : Apa pengalaman yang paling menarik selama menjalani perkuliahan di London?

Mandhara Brasika :

Ada terlalu banyak pengalaman menarik yang tidak terlupakan selama di Inggris. Dari menjadi introvert selama 2 minggu karena takut Bahasa Inggris, pernah naik skateboard kekampus karena dari rumah kekampus itu sekitar 40 menit nyebrang taman, pernah nonton La La Land sendiri dimalam valentine, pernah dapet nilai F dalam ujian semester. Hidup bagai roller coaster disana

Putu Praditya :

Banyak banget pengalaman menarik. Tapi yang paling bikin saya terkesan adalah soal keterbukaan berpendapat di kelas. Dosen dan mahasiswa kurang lebih bisa respect berdiskusi layaknya sejawat profesional. Di beberapa mata kuliah juga kampus mengajak profesional dari perusahaan real estate, masayarakat lokal, juga LSM untuk mendiskusikan isu-isu yang sebenarnya di praktik UR. Metode ini penting mengingat studi perkotaan harusnya juga berfokus kepada bagaimana kota itu berkembang sebagai ekosistem aktor-aktor yang berkehidupan di dalamnya, bukan hanya soal desain-desain yang indah. Kalau di luar kampus, jangan ditanya lagi. Setahun tidak cukup buat ngehabisin semua yang ada di London.

Q : Apa saja tips yang terkini dan terpenting dari kakak jika kita ingin melanjutkan kuliah di Inggris?

Mandhara Brasika :

Kalau mau kuliah di Inggris, harus benar-benar dipertimbangkan secara baik. Pertama tentang S2 di Inggris yang sebagian besar selama 1 tahun, ini merupakan periode yang terlalu pendek menurut saya sendiri. Kedua perihal brexit yang akan segera terjadi tahun-tahun ini.

Putu Praditya :

Jujur kalau bukan karena untuk kuliah, saya tidak terlalu update dengan perkembangan UK, terutama soal administrasinya ya. Jadi misalnya teman-teman ada di posisi saya, modal utamanya adalah jangan malu tanya, berpikir terbuka, dan pintar-pintar mengolah serta menyaring informasi. Banyak banget informasi soal kuliah di UK dengan berbagai versinya di internet. Sekarang tinggal teman-teman cari yang sesuai preferensi, kalau masih kurang cari lewat teman atau bisa juga call centre. Untuk yang mau lanjut S2, program masters di UK banyak yang hanya satu tahun, jadi harus dipersiapkan matang-matang sebelum berangkat kesiapannya agar tidak kewalahan di sana dan akhirnya kehabisan waktu. Soal tips-tips lain silahkan ditanyakan yang lebih spesifik.

Q : Menurut kakak, apa perbedaan mendasar dari sistem pembelajaran ketika kuliah di Indonesia dengan di Inggris?

Mandhara Brasika :

Di Indonesia mahasiswa lebih pasif, sedangkan di Inggris lebih aktif. Dalam artian di Indonesia  kita cenderung mendengarkan dosen dan menganggap apa yang dikatakan dosen adalah kebenaran. Sedangkan di Inggris kita dipaksa untuk aktif, kita harus berani bertanya ataupun memberikan pendapat. Dan mereka mengapresiasi setiap pemikiran, bahkan yang paling konyol sekalipun. Bahkan saya pernah dimarah oleh dosen karena terlalu diam dikelas, dipanggil keruangannya kemudian diberi konsultasi agar lebih mau berpendapat di kelas.

Putu Praditya :

Dari periode waktu, di UK ada sistem full time untuk program masters selama setahun. Tapi singkatnya waktu masih dengan beban yang kurang lebih sama dengan S2 2 tahun di Indonesia, yang di sana bisa diambil dalam program part time. Dalam kegiatan akademis, student juga didukung oleh study space atau ruang belajar yang sangat baik. Study space biasanya langsung dilengkapi oleh kitchen, toilet, dll, sehingga student bisa full time fokus belajar di sana. Akses ke jurnal-jurnal terupdate dan buku-buku juga sangat baik. Ini cukup membantu memaksimalkan singkatnya waktu studi selama setahun. Yang paling terasa pada saat menyusun dissertation, di mana pembimbing sangat strict hanya mau bertemu 4x selama hanya tiga bulan penyusunan. Jika kurang fokus dan tidak didukung fasilitas tadi, risiko waktu pengerjaan mundur sangat besar. Di dalam kelas, suasana diskusi cukup terbuka dalam mendiskusikan isu-isu yang riil, seperti yang saya sampaikan sebelumnya. Program masters di UK juga menurut saya lebih kepada proses perantara setelah tahap graduate, menuju tahap doktoral. Sehingga ada dikotomi graduate – post-graduate; lalu doctoral – post doctoral. Struktur ini bagus buat teman-teman yang mau sekalian ambil Phd setelah masters dalam program by research. Tapi kalaupun teman-teman mau ambil program taught masters seperti program saya, menurut saya tetap baik, tapi lebih praktikal ke ranah profesi.

Q: Apa saja persiapan yang penting saat apply beasiswa untuk kuliah S2 di Inggris?

Mandhara Brasika :

Yang paling penting tentunya kemampuan Bahasa Inggris. Bahkan kalaupun kita sudah memenuhi standar 6,5 IELTS, kita harus tetap banyak beradaptasi di kehidupan sehari-hari di Inggris. Perihal lainnya sangat tergantung dari beasiswa yang akan kita apply, tapi sebagian besar saya lihat beasiswa itu suka mencari orang berkarakter

Putu Praditya :

Kalau konteksnya beasiswa, mungkin beda-beda di setiap beasiswa. Dari pengalaman saya kemarin, yang penting adalah ketelitian dalam mempersiapkan syarat administratif, lalu punya visi yang sama dengan pemberi beasiswa (saat itu saya ikut LPDP). Plus sering-sering berdoa karena semua lancar pasti dengan keberuntungan

Q: Bagaimana pendapat kakak seandainya saat melanjutkan kuliah S2, program yang kita ambil tidak sesuai dengan program yang sudah kita tempuh saat S1? Apakah ada kemungkinan untuk diterima? Apakah ada syarat-syarat tertentu dalam kondisi seperti ini?

Mandhara Brasika :

Cross Mayor seperti itu adalah hal yang biasa, selama punya alasan kuat untuk itu. Sayapun termasuk cross, S1 meteorology lalu S2 ambil environment. Meskipun berusaha mencari benang merah diantaranya, tapi dasar keduanya tetap berbeda. Kalau perihal syarat-syarat akan sangat tergantung pada jurusan yang dituju, ada jurusan yang memang ketat perihal background pendidikan, ada yang flaksibel.

Putu Praditya :

Dari pengalaman saya di UCL, tiket masuk kita selain syarat administratif (IELTS dll) ditentukan paling penting oleh references. Teman-teman yang beralih jurusan bisa memanfaatkan privilege dari references ini, karena mereka akan menjelaskan dan mengkonfirmasi kemampuan kita, walaupun dengan basis S1 yang berbeda. Biasanya kasus seperti ini sering didapat kalau kita sudah punya pengalaman di pekerjaan, termasuk penelitian. Untuk teman-teman fresh graduate yang ingin ganti jurusan tapi belum punya pengalaman, saran saya dicari dan didalami dulu, biar ada modal. Ini juga jadi seleksi internal buat diri kita apakah kita memang benar-benar serius masuk ke topik studi tertentu.

Q: Apakah kakak sempat mengalami kesulitan di awal kehidupan kampus baik dalam kegiatan akademik maupun non akademik?

Mandhara Brasika :

Tentu banyak sekali kesulitannya. Terutama karena sangat mendadak pindah kampus. Jadi saat itu baru sampai inggris h-1 perkuliahan dimulai. Jadi masih jetlag dan adaptasi. Akibatnya ya sempat mengurung diri dikamar, pernah dapet nilai F. Pernah frustasi ditinggal libur teman-teman sedangkan masih harus berkutat dengan coding untuk thesis

Q: Saat kakak sendiri mengetahui  jika kak sendiri introvert, hal apa yang kakak lakukan untuk menghilangkan hal tersebut?

Mandhara Brasika :

Itu hari2 yang sangat berat. Karena saat seperti itu bahkan takut untuk sekedar belanja ke swalayan. Takut komunikasi dengan orang dan salah dengar apa yang diucapkan orang lain. Untungnya disana saya tidak sendiri sebagai orang Indo. Dan kebetulan punya roommate. Jadi pelepasan pertama dengan cerita biar sedikit lega. Setelah itu memaksakan diri untuk keluar rumah. Pelan-pelan mencoba masuk ke obrolan teman-teman foreigner.  Padahal saya tidak mengerti mereka obrolin apa, tapi ikut ketawa-ketawa.

 Q:  Apakah saat mengambil studi S2 di Inggris kakak menggunakan beasiswa??

Mandhara Brasika :

Yes. LPDP. Biaya hidup disana terlalu berat untukku kalau tanpa beasiswa. Kalau dirupiahin sekitar 20-25 juta sebulan. Belum biaya kuliah..

Q: Bagaimana biaya hidup di sana?

Putu Praditya:

Jujur saja kalau soal biaya hidup London agak lebih mahal dibanding kota-kota lain di UK.

Q: Apakah kakak mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kebudayaan disana? Apakah perbedaan sistem pemerintahan antara Indonesia dengan Inggris mempengaruhi proses adaptasi kakak?

Putu Praditya :

Saya menghabiskan setengah periode saya di UK (~6 bulan) untuk beradaptasi. Tidak semata-mata karena sistem pemerintahannya, tapi lebih kepada budayanya. Program beasiswa saya pada waktu itu juga belum punya program pendampingan yang matang pada waktu studi selain support finansial. Jadi, kita harus survive sendiri, mulai dari awal cari flat tempat tinggal dll. Sehari-hari kita harus belajar antri, jalan 10.000 langkah sehari, menggunakan public transport dll yang jadi budaya di sana. Untuk makanan, untungnya London cukup diverse dan banyak makanan asia di sana. Indomie goreng masih jadi yang paling laku di toko-toko asia. Selebihnya, proses adaptasi ini akan lebih mudah kalo teman-teman punya partners yang saling mendukung satu sama lain. Untungnya teman-teman Indonesia di London masih terbuka satu sama lain di tengah kesibukan masing-masing. Banyak kegiatan rutin juga untuk hobby misalnya main bola dll yang dikoordinasi teman-teman PPI.

Q: Apakah accent menjadi salah faktor penghambat proses adaptasi kakak? Jika iya,bagimana cara kakak memahaminya? Apakah ada cara-cara tersendiri yg kakak lakukan?

Mandhara Brasika :

Aku termasuk orang yang payah dalam kemampuan bahasa. Jadi accent ini sangat mengganggu. Aku sangat lambat memahami British accent. Jadi lumayan diawal-awa itu terganggu. Saat kuliah sering tidak memahami apa kata dosen. Jadi ngakalinnya dengan cara banyak baca sebelum kuliah mulai. Jadi setidaknya dapet ide tentang isi kuliah. Lalu karena sudah terlanjur di Inggris. Adaptasinya ya memaksakan lebih sering gaul sama teman-teman disana. Aku sering minta mereka ngulang perkataan mereka kalau aku tidak paham Untungnya mereka mengerti.

Putu Praditya :

Memang butuh adaptasi beberapa waktu untuk terbiasa dengan British accent. Pertama saya ke supermarket saya tidak mengerti waktu disapa ‘haiyaa‘, ternyata maksudnya ‘how are you’. Tapi lama kelamaan pasti mengerti. British english bahkan lebih luwes dan menjabarkan poin-poin dengan lebih jelas menurut saya. Di kelas, awal-awal saya disarankan untuk merekam audio setiap kuliah oleh dosen, untuk teman-teman yang bukan english native speaker.

Q: Saat ikut IELTS pernah ketolak atau tidak? Apa motivasi kak untuk teman-teman yang ketolak mungkin sampai 2 atau lebih?

Putu Praditya :

Saya hanya tes IELTS sekali untuk memenuhi syarat UCL, tapi sebelumnya saya mengulang TOEFL sampai 4x untuk syarat LPDP. Pada waktu itu LPDP masih menerima TOEFL untuk syarat lulus. Menurut saya fase-fase ini pasti ada, apalagi kalau kita tidak familiar dengan lingkungan yang berbahasa Inggris. Saranku selagi modal finansial masih ada dicoba terus, tapi metodenya dikembangin terus. IELTS dan TOEFL punya tips and trick kaya tes TPA, yang tidak serta merta juga itu dipakai di penggunaan bahasa Inggris secara umum. Jadi pelajari alur dan requirement test nya.

Q: Biasanya yang ikut program beasiswa akan diminta untuk membuat salah satu essai. Biasanya esaai yang seperti apakah yang dibuat?

Putu Praditya :

Untuk essay beasiswa, seingat saya dulu membuat tema ‘peranku untuk Indonesia’ dan ‘sukses terbesar dalam hidup’ sesuai kebutuhan beasiswa.

Q: Apa ada konsekuensi jika dalam kurun waktu 1 tahun tersebut kita  tidak dapat menyelesaikan disertasi ? Lalu kendala apa yang dialami ketika menyusun disertasi menggunakan bahasa inggris??

Mandhara Brasika :

Konsekuensi kalau dari beasiswa akan tergantung regulasi dari pemberi beasiswa itu.. Biasanya case by case, paling buruk sih diminta mengembalikan uang dan bayar denda. Kalau dari kampus tergantung kasusnya lagi ya. Kasus khusus kita diberi waktu tambahan selesaikan thesis. Paling buruk ya kita lulus tanpa gelar master. Kalau kendala utama tentu academic writting . Karena menulis academic itu tidak sama dengan menulis biasa. Ada guide dan bahasa tertentu yang diperlukan. Yang lebih sulitnya karena thesisku itu ngoding, sejenis programming. Jadinya komunikasi sama pembimbingnya lebih rumit lagi secara bahasa.

Q: Setelah kakak-kakak lulus dan kembali ke Indonesia apa dampak terbesar yang kakak rasakan setelah lulus dan dapat pengalaman kuliah di Inggris, baik dari pribadi maupun lingkungan sekitar?.

Mandhara Brasika

Saya jadi pecinta whiskey dan ale (beer inggris). Dampak positif sih yang saya rasakan adalah terbukanya wawasan. Isi perkuliahan sebenarnya sebagian besar sudah saya lupakan. Tapi filosofinya masih melekat. Berpikir kritis. Melihat dari berbagai sudut pandang. Juga jadi lebih sensitif terhadap isu lingkungan. Ada juga manfaat sosial. Orang-orang jadi memberi value lebih tinggi terhadap diri kita. Kalau perihal pekerjaan masih sama. Tergantung usaha kita

Putu Praditya :

Bekal terpenting yang dibawa pulang menurut saya adalah pola pikir kritis, never take everything for granted, jangan malas meriset apapun, dan jangan berpikir hitam putih, semua hal adalah abu-abu yang ada implikasi positif dan negatifnya. Tidak ada salah benar, yang ada adalah posisi kita. Itu kira-kira prinsip-prinsip baru yang membentuk saya pasca studi. Yang penting juga menambah relasi dari teman-teman berbagai negara.

Q: Apakah kakak pernah mengalami stress dan mumet di masa awal perkuliahan? Bagaimana cara kakak untuk self-healing saat itu?

Mandhara Brasika

Pernah banget stress. Self healingnya berbagai macam seperti sudah tak sampaikan juga. Tapi ada yang menarik. Jadi jarak rumah ke kampus kakak itu sekitar 40 menit jalan kaki, sekitar 30 menitnya adalah menyeberang taman yang luas banget namanya Hyde Park. Kakak sih biasanya pelampiasannya jalan sendiri di taman ini sembari memperhatikan orang-orang naik sepeda, jogging, tamasya. Pernah suatu malam musim dingin sengaja pulang jalan kaki lewatin taman ini padahal dingin sekali sebagai self healing.

Putu Praditya :

Tentu saya mengalami. Seiring waktu saya pelajari kenapa stress itu terjadi. Ternyata bukan semata-mata kangen keluarga atau Indonesia, tapi lebih karena tidak menghasilkan apa-apa (progress tugas dll) di setiap harinya, juga kurang teman mengobrol karena padatnya kuliah dan tugas. Jadi kekurangan-kekurangan itu yang coba saya kejar. Intinya kenali stress itu, membuka diri, dan tetap berkomunikasi dengan orang-orang terdekat. Meditation and exercise might help a bit as well. Tapi satu hari yang buruk di London itu katanya masih lebih indah dari hari terbaik di manapun

Q: Saya ingin bertanya mengenai academic writing, bisa dijelaskan lebih jelas lagi kak, apasih itu academic writing dan bagaimana sebaiknya kita mempersiapkan diri untuk itu??

Mandhara Brasika

Nanti ketika buat thesis, sebelum dikumpul sebagai final draft harus di proofread dulu. Saran tambahan, perbanyak membaca dan menulis

Putu Praditya :

Menurut saya academic writing menggunakan pemilihan kata yang lebih formal dibanding english biasa atau bahasa pasar sehari-hari. Kaidah penulisannya pun sesuai dengan struktur tulisan akademis seperti umunya, ada pendahuluan yang menjelaskan masalah, isi berupa analisis, hingga kesimpulan yang menjelaskan posisi kita. Persiapannya mungkin sering-sering baca contoh academic writing itu sendiri biar keresap polanya sampe bawah sadar. Untuk proofreadingnya jangan khawatir, banyak platform yang bisa digunakan, baik berbayar, ataupun gratis contohnya grammarly.

Q: Mengenai IELTS tadi,  bagiamana (writing,  listening dll) menurut kakak kakak sendiri yang sangat sulit untuk ditaklukkan? Bagaimana cara kak  sendiri untuk bisa menaklukan bagian itu??

Putu Praditya :

Yang lebih sulit menurut saya writing dan speaking, karena tesnya aktif dibanding section lain yang cenderung pasif. Caranya mungkin tentu berlatih nulis dan berbicara dengan bahasa Inggris, bisa juga dengan nonton film menggunakan subtitle. Metode ini bikin kita tahu bagaimana sebuah kata dilafalkan.

Mandhara Brasika :

Jadi aku total sudah 8 kali gagal IELTS. Reading dan listening masih gampang dilatihnya. Asal rajin latihan soal bisa terasah. Wriiting lebih susah latihannya karena susah diukur, tapi masih bisa kalau sudah biasa. Nah yang paling susah speaking ini, dan menurutku speaking tidak bisa latihan sendiri, tidak seperti section lainnya.

Q: Apakah saat mengikuti beasiswa penting untuk mengambil banyak organisasi? Bagaimana cara meningkatkan kemauan untuk mengikuti organisasi terutama untuk orang pemalu?

Putu Praditya :

Introver menurut saya punya potensi tersendiri, salah satunya mungkin untuk riset, karena banyak introver yang saya kenal merupakan observant yang lebih baik dibanding extrover. Untuk persyaratan beasiswa organisasi mungkin penting untuk mendukung soal pengalaman, tapi hal lain seperti pengalaman kerja atau penelitian bisa sama pentingnya. Intinya yang membuktikan kaspasitas kita untuk melanjutkan kuliah.  Tapi apapun itu, introver atau extrover menurut saya bukan alasan untuk tidak berkomunikasi dengan sekitar, itu yang harus dilatih dan ditemukan metode yang paling nyaman bagaimana

Mndhara Brasika :

Menurutku penting untuk ikut organisasi. Tapi apakah banyak pengaruhnya untuk beasiswa aku kurang tau. Tentunya banyak pengaruhnya untuk pengembangan diri. Well sebenarnya intro dan extro punya potensi masing-masing. Dalam berorganisasipun keduanya punya perannya masing-masing. Pintar-pintar menempatkan diri saja.