Q : Apakah alasan kakak memilih Leiden University

Gunggus Surya :

Sebenarnya sangat personal, saya waktu semester 7 ditantang untuk ikut lomba peradilan semu hukum udara, kebetulan babak internasionalnya diadakan di Unika Atmajaya (Jakarta)

Sebelum lomba, ada konferensi tentang perkembangan industri penerbangan di hotel Manhattan, Kuningan. Salah satu pembicaranya Prof. Pablo Mendes de Leon (direktur Institut Hukum Udara dan Antariksa Leiden). Mulai dari konferensi dan lomba itu saya jatuh hati pada hukum udara dan berangan-angan untuk bisa sekolah di Leiden, kebetulan lomba hukum udara waktu itu diadakan oleh Leiden University dan Sarin Foundation. Nama lombanya “Leiden-Sarin International Air Law Moot Court Competition

Aga :

Awalnya tidak berpikir buat masuk Leiden karena lebih tertarik ke Columbia University atau Oxford, namun, setelah dipikir-pikir, karena menurut saya, untuk menjadi pengacara korporasi, yang terpenting adalah pengalaman, akhirnya memutuskan untuk mengajukan aplikasi ke Leiden Universty jurusan Law and Finance. Jurusan ‘law and finance‘ ini adalah program baru di Leiden University dan ini tahun kedua. Jadi, masih ada kemungkinan untuk ada pengembangan program dan kurikulum. Apa sih yang dipelajari? Sederhananya, belajar bagaimana sebagai seorang konsultan hukum/pengacara bisa memahami regulasi perbankan dan keuangan serta belajar memahami aspek finansial dari transaksi keuangan. Intinya, kalau teman-teman mau berinvestasi, misalnya beli asuransi atau saham, teman-teman bisa tahu, haknya teman-teman itu apa, proteksi semacam apa yang diberikan oleh hukum dan apakah uang yang teman-teman bayarkan untuk membeli produk keuangan itu fair apa tidak.

Q : Seperti apa kuliah jurusan Hukum Udara dan Antariksa?

Gunggus Surya :

Mungkin saya jelaskan dengan menggunakan contoh. Pertama, hal yang kalian rasain sekarang itu mungkin harga tiket pesawat yang naik (jadi lebih mahal atau tetap tapi bagasi tidak gratis). Hal itu sebenernya karena banyak faktor: bisa dari harga minyak, pajak, biaya-biaya yang harus dibayar oleh maskapai dan lain lain. Hukum udara di komunitas internasional itu sejauh ini hanya difokuskan untuk keamanan dan keselamatan penerbangan sipil. Namun seiring berjalannya waktu, sekarang aturan penerbangan juga meliputi aturan ekonomi

Mulai diatur harga tiket semestinya berapa, dinamika pasar harus seperti apa dan lain lain. Kedua, mengenai Hukum Antariksa, itu saya sebut antariksa bukan ruang angkasa, supaya konsisten dengan UU Keantariksaan Indonesia. Sekarang sedang marak di media sosial, info tentang Indonesia meluncurkan satelit Nusantara Satu, jadi kurang lebih, hukum antariksa itu mengatur aktifitas negara di luar planet Bumi. Contohnya: telekomunikasi, sistem GPS yang kita pakai sekarang untuk cari alamat, internet banking, dll.

Q : Bagaimana Aplikasi jurusan kakak terhadap Indonesia ?

Gunggus Surya :

Memastikan bahwa regulasi di Indonesia mengenai hal-hal tersebut sudah sesuai dengan standar yang sudah ditentukan dan disetujui di komunisat internasional oleh negara negara.

Q : Menurut kakak, media belajar yang bagus sebagai pendukung persiapan tes IELTS bisa seperti apa saja kak?

Gunggus Surya :

Menurut saya, antara pakai media online atau kelas sama sama bagus . Tergantung kamu saja sukanya seperti gimana. Buat saya, belajar di kelas asik bisa saingan sama temen temen (Untuk yang punya jiwa kompetitif). Kalau belajar sendiri enaknya tenang dan bisa disesuaikan dengan kecepatan belajar pribadi (harus disiplin banget)

Q : Kalau kuliah di Leiden berapa minimal skor IELTS nya?

Gunggus Surya :

Untuk jurusan hukum itu 6.5

Q : Bagian IELTS yang paling sulit menurut kakak apa? 

Gunggus Surya :

Buat saya yang paling susah itu writing dan reading. Untuk writing kita harus nulis tulisan yang jelas dengan waktu terbatas, dan ada juga yang harus menerjemahkan diagram kedalam sebuah paragraf. Untuk reading, beberapa teks panjang panjang banget.

Q : Bagaimana kakak bisa tembus di Leiden University yang notabene ratio rate diterimanya lumayan kecil? Menurut kakak apa faktor pembeda kakak dengan applicant lain?

Aga :

Saya tidak punya jawaban pastinya, karena memang bukan tim seleksi. Namun, setelah berkuliah dan bertemu dengan teman satu kelas yang hanya 17 orang, akhirnya saya paham bahwa jurusan “Law and Finance” ini mencari kandidat mahasiswa/i yang punya latar belakang kuat di bidang “law and finance”, karena programnya itu sendiri “Advanced Master” alias harus sudah punya pengalaman dulu sebelum bisa apply, berbeda dengan jurusan lainnya. Jadi, yang membedakan sepertinya memang pengalaman bekerja yang lumayan lama, kurang lebih 8 tahun bergelut di bidang yang sama. Buat teman-teman yang ingin berkuliah, akhirnya perlu memikirkan matang-matang, apakah ini adalah waktu yang tepat untuk berkuliah atau justru, setelah bekerja beberapa lama baru memutuskan untuk kuliah? S2 ini tidak sama dengan S1 karena S2 ini lebih mengaplikasikan teori dan pengalaman, kalau tidak ada pengalaman sama sekali maka pemahamannya akan sangat berbeda. Akan sulit untuk “put the text into context” karena tidak pernah praktek.

Gunggus Surya:

Sebenarnya saya tidak tau alasan yang pasti kenapa bisa diterima. Gak seperti Kak Aga yang udh memiliki pengalam kerja, saat saya melamar ke Leiden, status saya adalah fresh graduate. Tapi saya highlight, partisipasi saya saat ikut lomba-lomba internasional dan terutama hukum udara. Hanya saja, menurut saya mungkin karena saya luangkan waktu yang cukup untuk menuliskan Motivation Letter dan membuat CV yang baik. Curriculum Vitae itu memberikan selayang pandang tentang rekam jejak profesional kalian. Apa aja yang udh kalian lakukan selama ini.

Q : Saat dulu kakak membuat motivation letter, bagaimana prosesnya? Apakah ada mentor atau teman yang membantu dalam proses koreksi dan pembuatannya?

Aga :

Sebenarnya, membuat motivation letter itu sama seperti melakukan ‘story telling’ atau caption di instagram. Ada selling point yang akhirnya terlihat dari motivation letter. Kalau dalam kasus saya, saya mengambil point of view sebagai seorang pengacara korporasi Indonesia yang terlibat di dalam transaksi-transaksi internasional yang kebanyakan hanya dikerjakan oleh pengacara korporasi asing. Saya cerita bahwa transaksi-transaksi internasional ini sesungguhnya punya kepentingan besar untuk Indonesia, namun kenapa yang menangani justru bukan orang Indonesia? Kenapa harus bule? Akhirnya ada gap of knowledge and experience, saya berusaha untuk menjadi pengacara Indonesia yang berusaha punya kedudukan sama dengan pengacara asing, dan ternyata, pengalaman 8 tahun saja tidak cukup, perlu mengambil pendidikan master lagi. Gap ini yang kemudian berusaha untuk ditutupi dengan mengambil program Master Law And Finance di Leiden University. Nah, cerita semacam itu yang harus dirangkai dan prosesnya tidak hanya dalam semalam, seperti membuat mie instan. Perlu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Satu bulan proses memikirkan cerita semacam apa yang akan “dijual” kemudian mengarang paragraf demi paragraf sampai kemudian jadi satu setengah lembar. Selama proses itu, saya banyak meminta bantuan teman untuk melakukan proof reading alias review, mungkin ada bahasa Inggris yang salah atau ada yang kurang, tentu saja ini memakan waktu 1-2 minggu sendiri.

Gunggus Surya :

Untuk motivation letter, saya membuatnya se-personal mungkin namun dikemas secara profesional. Sekali lagi, betul kata Aga, setiap orang punya cerita yang membuat mereka beda dari orang lain. Walaupun buat kalian pengalaman itu sederhana dan biasa, bisa jadi buat orang lain hal itu menginspirasi dan luar biasa

Q : Berapa lama persiapan kakak untuk mengikuti tes IELTS dan bagaimana proses persiapan kakak tersebut?

Aga :

Sebelumnya saya sampaikan bahwa percayalah bahwa mindset ‘tembus IELTS’ itu adalah mindset yang sebenarnya kurang tepat. Tes sesungguhnya justru pada saat perkuliahan karena harus diskusi di dalam bahasa Inggris, memahami perkuliahan di dalam bahasa Inggris dan juga menulis paper di dalam bahasa Inggris. Jadi, mindsetnya harus diubah, “bukan supaya tembus IELTS!” tapi “supaya waktu kuliah nanti lebih mudah proses belajarnya.” Sama seperti bahasa lainnya, bahasa Inggris itu harus dilatih dan saya memahami bahwa belajar bahasa Inggris itu tidak cukup dalam satu malam, tetapi harus dipergunakan sehari-hari. Di dalam kasus saya, karena di kantor sehari-hari sudah menggunakan bahasa Inggris (termasuk e-mail, conference call dengan klien atau kolega dan juga membuat dokumen), lebih mudah belajarnya karena bisa langsung praktek. Saya waktu itu ikut persiapan IELTS selama 1 bulan, karena ingin tahu apa bedanya dengan tes TOEFL, sisanya memang belajar sendiri dan praktek di kantor.

Gunggus Surya :

Saya sempat mengikut kelas persiapan selama 2 minggu tapi 2 tahun sebelum saya tes. Beberapa bulan sebelum tes saya latihan pakai materi yang tersedia online. Cliche memang, tapi memang ada yang instan. Kalian harus memastikan secara materi kalian sudah mantap. Belajar grammar dan rasa bahasa. Setelah itu, baru cari tips dan trik yang ada di internet. Seperti, cara membaca yang cepat dalam reading test seperti apa. Terus berusaha mendengar aksen-aksen bahasa Inggris yang berbeda. Latihan menulis berulang-ulang, meminta tolong teman yang menurut kalian bahasa Inggrisnya bagus untuk mengecek. Nah, jangan lupa, kalian harus banget ingat mengenai waktu yang diberikan untuk menyelesaikan setiap tes. Karena setiap aspek itu ada durasi waktu yang berbeda. Jadi saranku, yang paling cliche, tapi gak boleh diremehkan adalah selalu pakai stopwatch setiap  latihan. Jadi kalian terlatih untuk menjawab pertanyaan dalam kurun waktu yang tersedia.

Q : Seperti yang sudah kakak sampaikan sebelumnya, sebelum melanjutkan perkuliahan di Leiden University kakak sempat bekerja sebagai lawyer selama 8 tahun, apakah pertimbangan kakak saat itu memang mau mengambil waktu yang cukup panjang dulu untuk bekerja baru dimantapkan dengan kuliah S2? Atau sebelumnya sudah punya rencana untuk lulus S1 langsung berkeinginan kuliah S2?

Aga :

Pertanyaan ini sangat ‘tricky‘, apalagi di saat teman-teman peer group alias sama-sama seangkatan 2006, rata-rata udah mengambil program master atau bahkan ada yang sudah PhD di dalam kurun waktu 2010 – 2015. Jadi semacam ada ‘peer pressure’ sendiri’. Sejujurnya, dulu saya sangat ingin dari S1 langsung S2, yang ternyata adalah keputusan yang kurang tepat untuk saya. Namun, saya percaya bahwa setiap orang itu punya waktunya masing-masing, termasuk untuk urusan sekolah. Waktu itu sempat ngerasa ‘Kok yang lain udah sekolah, saya belum?’, tapi kemudian sadar bahwa semakin banyak pengalaman bekerja, justru semakin bagus untuk program master. Kenapa? Saat diskusi dengan dosen atau teman sekelas, kita bisa bilang, “Based on my experience in Indonesia ….” dan pemahaman akan sebuah persoalan jadi lebih holistik karena tahu prakteknya bagaimana. Sekarang waktu belajar jadi lebih gampang paham karena bisa ‘put the text into context’, alias gak mengawang-awang. Ibarat kata, kalau jadi dokter, cuman tahu text book saja dan tidak tahu gimana prakteknya, itu bakalan bingung banget dan tidak bisa klaim “Based on my experience,” Nah, S2 itu menghubungkan antara pengalaman dengan keilmuan.

Q : Kenapa memilih Leiden University mengingat program yang kakak ambil ini baru, kurikulumnya pun masih bisa berkembang, tapi apa yang membuat Leiden University jadi spesial dan membuat kakak tidak memilih universitas yang lain di negara lain?

Aga :

Sebenarnya karena Leiden University ini reputasinya bagus untuk di Indonesia dan salah satu yang terbaik di Eropa. Kenapa tidak universitas lain? Jawabannya mungkin karena, prioritas saya di S2 ini adalah ‘break‘ dan bukan ‘belajar yang terlalu susah’, jadi seimbang antara ‘main-main alias jalan-jalan’ dengan ‘belajar’, jadilah kuliah di Leiden, lantas dapat beasiswa juga dari StuNed alias Pemerintah Belanda, jadi makin mantap memilih Leiden University

Q : Bagaimana tips dan trik dari kakak supaya bisa lolos beasiswa StuNed?

Aga :

Menyinggung soal StuNed, mungkin teman-teman pun bisa memikirkan untuk mengambil beasiswa ini setelah diterima masuk universitas di Belanda. Ada di website Nuffic NESO Indonesia, dan sayangnya sudah tutup untuk periode ini, bisa dicoba lagi tahun depan. Tips buat tembusnya? Nah, mirip-mirip sebenarnya dengan masuk universitas. Kesesuaian antara profil penerima beasiswa sama profil pencari beasiswa (dalam hal ini, Nuffic NESO). Ini sebenarnya berlaku untuk beasiswa apapun. Kunci pertama adalah: riset terlebih dahulu soal program beasiswanya, termasuk kalau perlu, profil penerima beasiswa sebelumnya seperti apa. Setiap beasiswa itu pasti punya profil penerima beasiswa. Ibarat kata kita mau melamar pekerjaan, tidak mungkin sembarangan. Perusahaan pasti mencari pelamar yang sesuai dengan karakter perusahaan. Nah, kalau sudah tahu “profil penerima” yang dicari seperti apa, barulah kita mulai persiapkan semua dokumennya. Ingat, setiap beasiswa itu punya “warna” alias karakternya masing-masing, tidak bisa dipukul rata motivation atau statement letter-nya, jadi no copy-paste.

Q : Apakah dalam motivation letter kita perlu mencantumkan semua prestasi yang kita miliki?

Aga :

Tidak perlu. Misalnya, program beasiswa A mencari penerima beasiswa yang aktif berorganisasi di bidang sosial kemasyarakatan sekaligus punya kemampuan akademik yang baik. Maka, kita harus menonjolkan kegiatan organisasi kita di dalam motivation letter. Kita cerita soal bagaimana perjuangan kita untuk menggerakkan pemuda di lingkungan kita buat bikin acara bakti sosial, misalnya. INGAT, tidak perlu minder kalau tidak pernah mengikuti olimpiade sampai ke bulan atau planet mars, atau juara kompetisi ina-inu, setiap orang itu pasti punya pengalaman berharga yang diceritakan. Setahu saya, beberapa yang mendapatkan beasiswa, justru menceritakan pengalaman-pengalaman sederhana. Ini kuncinya, story telling, membuat pengalaman yang sederhana jadi punya insight lebih dan inspiratif buat orang lain. Sejujurnya, Saya tidak pernah mengikuti kompetisi atau conference luar negeri, hanya berbekal mahasiswa berprestasi saja. Motivation letter itu seperti bikin caption instagram, bikin orang tertarik buat baca karena ada selling pointnya. Saran saya juga, sebelum mulai membuat motivation letter, tulis dulu sisi positif dari diri kamu itu apa, dan sisi negatif dari diri kamu apa. Tanya sahabat/teman/keluarga terdekat, “SAYA TUH ORANGNYA GIMANA SIH?” Tulis juga pengalaman hidup kamu, kemudian dipilih-pilih mana yang menarik. Ibarat kata, kamu membuat VLOG soal diri kamu sendiri tapi dalam bentuk tulisan. Tidak bisa self-proclaim, “Saya tuh cantik. Saya tuh pintar menari” Harus secara implisit menyampaikan di dalam motivation letter, bahwa kamu ini punya kelebihan. NO HARD SELLING alias di dalam motivation letter kamu tulis, “I am smart and capable of doing ABCDE,” Ini harus diperlihatkan dari pengalaman yang kamu ceritakan. Sama halnya ketika kamu menilai orang, kita menganggap teman kita pintar bukan karena dia itu bilang, “Saya pinter banget lho” tapi dari cara dia bicara, dan cara dia menceritakan pengalamannya.

Q: Apakah ada beasiswa yg mengkhususkan untuk org yg tidak mampu? Dan mungkin bisa sedikit di share kira kira dimana kita bisa mendapatkan info mengenai beasiswa kuliah diluar negeri?

Aga :

Berbeda dengan S1, beasiswa untuk program master lebih mengedepankan kapabilitas seseorang untuk bisa berkuliah. Untuk StuNed itu sendiri, tidak semua yang menerima beasiswa itu tergolong mampu, ada juga yang berasal dari Padang, Makassar, atau kota-kota lain di Indonesia yang kalau dilihat secara demografis, tidak banyak orang-orang yang punya kesempatan untuk bisa kuliah di luar negeri hanya dengan biaya sendiri. Informasi mengenai beasiswa di luar negeri bisa melalui website LPDP, Australian Aid (AUS AID), Fullbright untuk Amerika, Chevening untuk UK, StuNEd untuk Belanda. Semua prosesnya dijabarkan di sana, namun, saran saya, dari awal sudah ditetapkan mau mengambil jurusan apa dan apply terlebih dahulu. Apply universitas itu harus pertama kali dilakukan, karena kemungkinan diterima itu jauh lebih besar karena kita sudah diterima oleh universitas yang bersangkutan

Q: Bisa diinfokan sedikit berapa biaya yang dikeluarkan untuk kuliah disana mulai dari pendidikannya hingga biaya hidup disana?

Gunggus Surya :

Untuk biaya SPP di Leiden €16,800 sampai program selesai. Biaya hidup yang di sarankan oleh Leiden bagi yang menggunakan biaya pribadi adalah €900 perbulan. Biaya hidup merantau memang pasti lebih tinggi daripada di daerah sendiri. Saran tambahan dari saya mungkin bisa belajar untuk mengatur keuangan dengan baik. Karena seberapa banyak atau besar dana yang kalian miliki, tidak akan bisa membuat kalian cukup kalau kalian gak bisa mengatur keuangan dengan baik.

Q: Motivation letter dibuat se-personal, maksudnya bagaimana kak?

Gunggus Surya :

Personal touch yang saya maksud itu, contohnya di motivation letter yang saya kirim, saya menyampaikan salah satu keinginan saya adalah untuk melakukan penelitian di bidang/topik tertentu dan sesuai sama penelitian yang sedang dilakukan salah satu dosen yang ada di Universitas tempat saya melamar. Saya juga menyampaikan mengenai ketertarikan personal saya di bidang penerbangan (bukan hukum udara), itu sebenarnya menceritakan hobi, tapi saya kaitkan dengan program yang ditawarkan.

Q: Dalam pembuatan motivation letter bagaimana jika ini dibutuhkan untuk sesegera mungkin? Apakah kita bisa membuat dalam waktu singkat tapi memang benar-benar dapat membawa kita tembus dalam apply beasiswa?

Aga :

We have to be responsible with our own life

Kita harus mengusahakan untuk mempunyai manajemen waktu yang baik, terutama untuk urusan aplikasi beasiswa dan studi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan semua dokumen (bukan hanya motivation letter dan IELTS) itu berkisar antara 1-3 bulan. Belum lagi kalau minta rekomendasi dari dosen, legalisasi ijazah dan transkrip, semua makan waktu sendiri. Kalau dalam kasus butuh sesegera mungkin, ya tentu saja bisa, namun tidak maksimal, risiko untuk tidak diterima juga besar karena memang motivation letter dibuatnya terburu-buru atau mungkin ada dokumen yang tertinggal untuk dimasukkan. Mengajukan aplikasi untuk sekolah dan beasiswa itu bukan proyek bikin candi roro jonggrang alias jadi dalam semalam, harus punya time management yang baik, termasuk memikirkan soal biaya untuk tes IELTS yang juga tidak murah. Namun percayalah, orang yang berjuang dengan keras itu akan kelihatan hasilnya, sabar saja. Satu lagi, dengan menulis motivation letter, kita jadi mengenal diri kita sendiri, semacam refleksi diri juga, ternyata kelebihan saya di sini dan kekurangan saya di sini.